bertahan-tanpa-naikkan-harga
- IUMKM, NEWS

Bertahan tanpa Naikkan Harga

Jakarta – Tren kenaikan inflasi membuat para pengusaha warteg was was. Mereka khawatir karena harga bahan baku terus naik. “Kami takut kedepan akan gimana kalau harga barang terus naik,” kata Ketua Koperasi Warteg Nusantara, Mukroni, kepada Tempo, Senin 1 Agustus 2022.

Mukroni bercerita, anggotanya baru kembali mendapat harapan setelah melalui Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini. Pengusaha warteg mulai optimis tidak ada kendala dari sisi permintaan. Sebab bahan pangan yang melonjak tetap diburu, yang menunjukkan adanya daya beli. Pelonggaran pembatasan kegiatan ikut mempengaruhi. Meski begitu, daya beli belum sepenuhnya pulih hingga kini.

Masalah lain, harga bahan baku tak kunjung turun meski Lebaran berlalu. Salah satunya harga bawang merah. Sejak April atau sebulan sebelum Lebaran, harga bawang merah mencapai Rp 34.800 per kilogram dalam situs Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional milik Kementerian Perdagangan. Harga bawang merah konsisten naik hingga perkemarin senin berada di angka Rp 51.700 per kilogram. Bahkan harga bawang merah sempat melonjak ke level Rp 64.800 per kilogram pada pekan kedua juli lalu

Mukroni mengatakan kenaikan harga pangan membuat para pengusaha warteg harus memutar otak untuk tetap bertahan. Menurut dia, menaikkan harga jual makanan bukan pilihan. “Kita tidak naikkan harga karena takut ditinggalkan,” kata dia.

Yang terpenting saat ini, kata Mukroni, adalah menjaga pemasukan. Dana tersebut terutama membayar sewa tempat agar bisnis tidak tutup. Sebab sekali berhenti operasi, tak mudah kembali membuka usaha.

Strategi yang tersisa adalah mengurangi keuntungan. Mukroni mengatakan butuh kreativitas untuk bisa efisien dan menjaga harga tetap murah. Pasalnya, persaingan semakin ketat dengan menjamurnya usaha makanan rumahan saat ini. Dia sendiri menawarkan paket makanan berisi lauk serta minumannya dengan harga Rp 10 ribu.

Dia berharap pemerintah segera mengatisipasi dampak inflasi ini. “Kalau gejolak harga sama saja, lalu kami dagang dengan keuntungan sedikit, sementara argo beban terus jalan, setengah tahun lagi biasanya tutup (toko wartegnya),” ujar Mukroni.

Menurut Ketua Asosiasi Industri UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, strategi serupa diterapkan hampir semua UMKM yang terkena dampak inflasi, terutama yang bergerak di sektor makanan. Tak banyak UMKM yang memilihkan menaikkan harga demi menjaga jumlah pelanggan.

Tanpa pelanggan, pemilik UMKM bakal kesulitan bertahan. Hermawati menuturkan, tidak semua pengusaha UMKM bisa mendapatkan akses keuangan yang baik. Kondisi ini mempersulit UMKM untuk berkespansi.

Salah satu cara menjaga harga adalah mencari bahan baku alternatif yang lebih murah. “Paling tidak, harganya bisa masuk salam harga produksi, sehingga tidak perlu menaikkan harga,” kata Hermawati. Selain itu, kata dia, beberapa anggota asosiasinya berupaya mengurangi volume barang dagangan mereka agar tetap menjaga keuntungan tanpa menaikkan harganya.

Laju Menanjak Inflasi

Inflasi tercatat terus melonjak sejak April 2022. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi pada bulan tersebut sebesar 3,47 persen, naik dari Maret yang sebesar 2,62 oersen. Inflasi konsisten naik hingga per Juli lalu yang tercatat mencapai 4,94 persen. Angka inflasi ini yang tertinggi sejak 2015.

Salah satu penyumbang inflasi Julinantara lain kenaikan harga makanan. Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhina Yudhistira, menyatakan inflasi bahan pangan sangat tinggi, naik 10,8 persen secara tahunan. Penyebabnya adalah gangguan produksi karena cuaca, kenaikan harga pupuk bersubsidi, hingga efek kenaikan harga barang impor.

Bhima mengatakan kenaikan inflasi kali ini bukan termasuk yang bisa ditoleransi karena terus terjadi setelah Lebaran. “Yang dikhawatirkan, masyarakat, khususnya kelompok menengah kebawah, belum siap dengan kenaikan harga pangan,” kata dia.

Bhima juga mencatat terjadi inflasi harga produsen sebesar 11,7 persen tahunan pada kuartal kedua tahun ini. Dia ragu kenaikan biaya di tingkat produsen akan ditransmisikan ke konsumen. “Akhirnya pelaku usaha harus melakukan berbagai efisiensi agar bisa bertahan,” kata Bhima.

Sumber: koran.tempo.co